We Meet Again
Dengan rasa terpaksa Nuveena akhirnya memutuskan untuk ikut ke mobil Hangga, ada sedikit rasa gelisah dan senang di hatinya. Gelisah karena yang sekarang di sebelahnya ialah Hangga. Ini kali pertama mereka berdua bertemu kembali dan sedekat ini—satu mobil. Dan Nuveena senang karena ya akhirnya tahu keberadaan Hangga, tahu wujud Hangga yang sekarang bagaimana, tak banyak perubahan darinya—hanya sekarang lebih tampan.
Suasana di dalam mobil sunyi, hanya ada lantunan musik dari radio Hangga, volumenya pun kecil. Hangga fokus dengan kemudinya, sedangkan Nuveena sibuk memainkan jari jemarinya. Tak ada yang memulai percakapan, sampai akhirnya.
“Vee!” “Hang!”
Keduanya bersamaan menyapa. Sekarang mereka malah sibuk mempersilahkan salah satu di antaranya untuk memulai percakapan. Karena tak ada yang ingin mengalah, akhirnya Nuveena yang memulai terlebih dahulu, karena kata Hangga ladies first.
“Lo tadi ngapain di sana?” tanya Nuveena tanpa sedikitpun menoleh ke arah Hangga.
Yang sedang ditanya malah tertawa, “Hahaha lu segak mau itu liat muka gue ya, Vee? Maaf ya.” Begitu tanggapan Hangga, Nuveena tak berminat untuk menjawabnya.
“Eum.. gue tadi ke Radio buat promosi lagu gue,” jawab Hangga, “Lu dengerin lagu gue kan?” Nuveena mengangguk kecil.
“Udah gue bilang, gue gak gigit. Gak usah takut kali.” “Gue bukan takut sama lo, cuma rasanya aneh aja ngobrol sama orang yang—ya gitu deh.”
Hangga mengalihkan perhatian matanya ke arah Nuveena, “Ya gitu gimana? orang yang ganteng?” celetuk Hangga sambil sedikit tertawa meledek.
“Ternyata Hangga yang sekarang masih sama tengilnya, sama Hangga yang dulu jadi cowok gue hahaha.” batin Nuveena.
“Becanda gue, Vee.”
Suasana kembali sunyi, apalagi musik dari radio ikut berhenti karena habis.
“Lo sendiri tadi ngapain?” “Gue? itu, ketemu publisher buku.” “Cie mau terbitin buku.” “Yaa.. thanks..”
“Buku tentang apa?” “Tentang kita.” ucap Nuveena lalu beralih ke arah Hangga, di sana keduanya bertatapan. Ah, anak muda, sudah disakiti tetap cinta.
“Ya gitu deh, gak usah dibahas.” ucap Nuveena sembari mengipaskan tatapan keduanya dengan tangan agar mengalihkan fokus Hangga.
“Oh iya, kok mobil lu tadi ada di belakang gue?” tanya Nuveena mengalihkan pembicaraan.
“Gue kan tadi abis dari Radio dibilang, ya jadi searah. Gak expect juga sih bakal barengan keluarnya.” Nuveena hanya ber-oh ria menanggapi lelaki dikursi kemudi itu.
Suasana di dalam sini kembali sunyi, hanya ada lantunan musik Taylor Swift – All Too Well. Nuveena menurunkan kaca mobil dan menghirup udara malam di luar sana, begitupun dengan Hangga yang langsung mematikan AC mobilnya.
“Lo udah makan?” tanya Hangga tiba-tiba.
Nuveena menoleh cepat, “Gue? belum sih, kenapa?”
“Mau makan gak?” Nuveena menggeleng. Sejujurnya ia tidak ingin terlalu lama di dalam sini, apalagi dengan Hangga, karena kenangan yang ada dipikirannya otomatis terputar tanpa seperintahnya.
“Gak mau makan sama gue ya? Ya udah nanti kita delivery McD aja, lu kan gak boleh telat makan.” ucap Hangga.
Deg..
Rasanya bagi Nuveena hari ini susah dimengerti, apalagi setelah mendengar perkataan laki-laki di sebelahnya barusan. Ternyata Hangga masih ingat setidaknya sedikit tentang Nuveena.
“Thank you, Hang!” “No need to thank you. Ah iya, i know and still remember everything about you. Jadi, jangan khawatir kalo lagi sama gue.”
“Iya lo tau dan inget itu, tapi lo lupa kalo kita udah gak bareng. Jadi sewajarnya aja, Hang.”
Hangga memberhentikan mobilnya di salah satu kedai McD di daerah Jakarta Pusat ini. Delivery McD di sini ternyata sedang bermasalah, jadi keduanya memilih untuk turun dan pesan manual. Nuveena memesan Iced Coffee Frappe, Spicy Chicken Bites, dan Fish Prosperity Burger. Sedangkan Hangga memesan Iced Coffee Tiramisu Jelly Float dan Cheeseburger with Egg.
Semua makanan dan minuman itu dibayar Hangga, meskipun awalnya Nuveena menolak keras tapi Hangga tetaplah Hangga. Jadi mau tak mau, Nuveena mengiyakan permintaan Hangga untuk membayar semuanya. Kurang lebih 15 menit mereka menunggu, akhirnya pesanan mereka datang. Setelahnya mereka berdua menuju mobil untuk pulang.
Di dalam mobil Nuveena langsung menyantap makanan yang ia beli, karena jujur perutnya memang selapar itu. Apalagi karena kejadian tabrakan dengan Hangga tadi sore membuatnya tidak jadi membeli minuman dan sedikit dessert untuk mengganjal perutnya.
“Laper banget ya kak,” Nuveena menatap Hangga malas, “Bercanda, lanjut aja.” lanjut Hangga lalu tertawa kecil.
Tak ada percakapan lagi sejauh ini, karena keduanya sibuk menikmati makanan dan minuman yang dibeli. Tapi setidaknya hawa di dalam mobil ini, sudah tidak setegang di awal tadi. Hati Nuveena juga terasa lebih tenang sekarang. Lantunan musik Taylor Swift – Style, kini diperdengarkan di radio mobil Hangga.
“Tumben lu gak dengerin The 1975?” tanya Nuveena sembari mencemili Chicken Bites-nya.
“Kan lu sukanya lagu Taylor Swift, Vee.” Kalimat itu menjadi bukti kedua, bahwa Hangga masih mengingat hal kecil tentang Nuveena.
“Veena pasti kuat, Veena pasti bisa. Hangga pelet lo kenapa kuat banget???? Capek gue terombang-ambing, gak kuat, mau pulang.” batin Nuveena.
Kurang dari 20meter lagi, mobil Hangga akan sampai di rumah Nuveena. Sang pemilik rumah pun sudah bersiap-siap, untuk segera pergi meninggalkan mobil dan sang pemiliknya ini. Akhirnya mereka berdua sampai di depan gerbang rumah nomor 10, rumah serba abu-abu. Mobil berhenti dan pintu terbuka, keduanya berdiri di luar mobil untuk pamit mungkin.
Hangga menoleh ke arah Nuveena lalu mengecek mobilnya, “Gak ada yang ketinggalan kan, Vee?”
Nuveena menggeleng cepat, “Gak ada kok, udah semua.”
“Oke, gue mau pulang. Tapi sebelum itu, gue boleh minta nomor telfon lu gak?”
Nuveena tersenyum tipis, “Gue masih pakai nomor yang lama.”
Hangga mengangguk singkat, padahal dalam hatinya loncat-loncat. Sedangkan Nuveena, degupan jantungnya kini terasa lebih cepat entah kenapa.
“Eum.. sama satu lagi, gue harap kedepannya kita baik-baik aja ya, atau malah—ya gitu deh.” Wajah meledek Hangga benar-benar minta dipukul.
Nuveena tersenyum ragu, “Makasih banyak buat hari ini, Hang. Makasih juga masih inget hal-hal kecil soal gue. Last but not least, gue harap tentang hari ini cukup jadi yang pertama dan terakhir aja ya. Happy for you, karena berhasil sukses sama single pertama. Dan gue seneng karena sekarang lu jadi Hangga versi lebih baik, walaupun tengilnya masih sama. Ya intinya, jalanin aja hidup kita masing-masing. Thanks yaa.”
Nuveena langsung masuk ke dalam rumahnya, tanpa menunggu jawaban Hangga. Nuveena langsung lari masuk ke kamarnya, bukan karena ingin membersihkan diri, tapi karena ingin menangis sejadinya. Bohong jika ia bilang tidak rindu, dan tidak senang dengan hal yang ia lalui hari ini.
Sedangkan Hangga di luar sana dengan mobilnya, menatap ke arah jendela kamar Nuveena pasrah. Namun di hati kecil Hangga masih ada harapan katanya.
“Ya, mungkin untuk sekarang emang lebih baik masing-masing dulu. Tapi nanti, gue harap kita bisa balik kayak dulu, Vee. Bukan sebagai Hangga anak IPS 2 dan Veena IPA 1, tapi sebagai Hangga si Solois dan Veena si Penulis. Ayo kita ketemu lagi, di titik terbaik menurut takdir.” batin Hangga.
Hangga masuk ke dalam mobil, dan langsung menancapkan gasnya menuju rumah Naraja sesuai janjinya.
Tentang hari ini, harapan siapa yang akan terwujud?