Jadi, kita?
“Ini lagi break kan? gua mau ke backstage dulu.” ucap Ale, lalu beranjak dari kursi yang sedari tadi ia duduki.
Adinda dengan sigap segera menahan tangan Ale, bukan tanpa alasan tapi karena akan ada penampilan spesial dari Jevan yang tentunya ditunjukkan untuk Ale.
Ale melirik tangannya yang kini digenggam Adinda, “Mau nyebrang, Din?”
“Nanti dulu cuy. Ini si Jevan mau tampil, masa lu ke backstage.” jelas Adinda sambil mengarahkan telunjuknya ke panggung.
Ale mengerutkan dahinya bingung, “HAH..? bentar bentar, ini Jevan tampil apaan? kok panitia lain gak kasih tau gue? gue kan divisi acara juga anjir.” protes Ale.
“Ya ini kan penampilan buat lo anjeng, ya kali panitia lain ngabarin lo juga” batin Adinda.
Adinda mengangkat kedua bahunya seolah tak tahu, “Yaa.. gue mana tau, kan gue bukan panitia.”
“Iya juga sih, ya udah nanti pas evaluasi gua tanya.”
Baru saja Ale ingin pergi, namun tangan Adinda masih setia menggantung di tangannya yang membuatnya tidak jadi pergi (lagi).
“Kayak mau nyebrang tau gak?” celetuk Ale.
“Bodo! mau kayak nyebrang kek, apa kek. Lo harus nonton ini dulu coy.”
Ale menghela napasnya lalu menatap wajah berseri sahabatnya itu, “Iya iya, gua nonton kok. Tapi gue mau ambil minum dulu di tas gue, Adinda. TENGGOROKAN GUE SERET, YOU KNOW SERET??” ucap Ale dibarengi dengan pelototan matanya.
“HAHAHAHA BILANG DONG, tapi gue harus ikut.”
Ale menggaruk kepalanya kilat, “Serah lo ah.” ucap Ale lalu pergi lebih dulu meninggalkan Adinda.
“Kita lagi break nih, nah sambil makan, minum, ngobrol bareng temen, enaknya ditemenin sama penampilan nyanyi gitu gak sih? Nah, kalian udah tau kan siapa yang bakalan tampil, ehem ehem hahahaha. Oke langsung aja kita sambut, Jevandra Agrata!”
“YEYYYYYY!!!!”
“Anjir demi apa Jevan yang tampil???”
“Jevan diem aja gue suka, apalagi nyanyi sambil gitaran gitu aaaaaa”
“I'M SO EXCITEDDD OMG”
Ale kini tengah sibuk dengan cup berisi jus alpukat yang baru saja ia beli.
“Le! le! liat Jevan tuh!!” seru Adinda sambil memukul mukul bahu sahabatnya itu.
Ale mengangguk sambil menyeruput jusnya, “Iyaaa gue liat, santai aja anjir.”
Jevan mengambil seluruh perhatian mata ke tempatnya berdiri, “Oke, halo semua! gua Jevandra Agrata. Gua mau izin bawain satu lagu, buat orang yang lagi sibuk sama jus alpukatnya.” ucap Jevan dengan senyum sumringah, yang membuat kedua matanya menghilang.
Ale melotot, dibarengi dengan tenggorokannya yang tersedak karena terkejut bukan main.
Ale menatap ke sekelilingnya yang kini juga tengah menatapnya, “HAH.. INI MAKSUTNYA GUE?” tanya Ale linglung.
“IYA INI LO!” seru Adinda sambil menggenggam tangan sahabatnya itu.
Jevan mengulum senyumnya, “Kagetnya ditahan dulu ya, gua mau nyanyi dulu nih— oh iya, sebelum gua nyanyi gua mau bilang terima kasih buat motor bang Marvel karena kalo bukan karena motor itu, gua gak bakal bisa kenal dan deket sama Kaleyra Marissa.”
Jevan mengambil gitarnya lalu membenarkan mic yang berada di hadapannya.
“Buat yang namanya Ale, lagu ini spesial aku nyanyiin buat kamu.”
Mendengar ucapan Jevan barusan, tentu membuat Ale semakin kikuk. Rasanya ia ingin menghilang dari muka bumi, apalagi sedari tadi seluruh pasang mata disekelilingnya terus melemparkan tatapan yang bermacam-macam.
Intro lagu “Wajahmu Mengalihkan Duniaku” milik Afgan kini mulai terdengar di penjuru ruangan ini.
Ale menatap Adinda yang kini memasang raut wajah kegirangan, “Gue boleh pingsan bentar gak?” tanya Ale lemah.
Adinda menepuk bahu Ale sedikit keras, “Ihhh le, itu si Jevan udah mau mulai tauuuu.”
Bola mata Jevan terus tertuju ke arah Ale, membuat yang ditatap menjadi sedikit salah tingkah.
“Jevan kenapa sih lo hobi banget aneh-aneh.” batin Ale.
Alunan musik dari gitar yang Jevan pegang mulai memasuki panca indera pendengaran setiap manusia di sana, suara merdu nan halus milik Jevan benar-benar candu, ditambah semilir angin malam itu.
“Ketika kau lewat di bumi, tempat ku berdiri.. Kedua mata ini tak berkedip menatapi..”
“Pesona indah wajahmu.. Mampu mengalihkan duniaku.. Tak henti.. membayangkanmu.. Terganggu oleh cantikmu..”
“Tujuh hari dalam seminggu.. Hidup penuh warna.. Ku selalu mendekatimu, Memberi tanda cinta.. Engkau wanita tercantikku yang pernah kutemukan.”
“Wajahmu mengalihkan... Duniaku..”
Alunan musiknya berhenti, begitu pula dengan nyanyian Jevan. Semua orang bertepuk tangan, semua orang menikmati penampilan singkat dari Jevan malam itu.
“Nyanyinya gak bisa lama-lama, karena tujuan utamanya bukan itu.” Jevan turun dari panggung, berjalan menuju perempuannya.
Kaleyra Marissa.
Jevan menekuk salah satu lututnya, menatap kedua bola mata bulat milik Kaleyra yang kini seperti membendung sesuatu.
Jevan tersenyum tipis sembari membawa buket bunga di belakangnya menuju ke hadapan Kaleyra.
“Mungkin ini kesannya terlalu classic dan biasa aja, tapi aku harap semua ini tetap punya kesan tersendiri di hati kamu. Aku gak mau ngomong panjang lebar, takut keduluan lagi.” di sela-sela Jevan mengungkapkan segala perasaannya, bibir Ale tidak bisa diam dan menahan senyumannya.
“I love you more than any word can say. I love you more than every action I take. I’ll be right here loving you till the end. So, Kaleyra Marissa will you be mine?”
Seisi ruangan sunyi, mereka semua sangat berharap jawaban ‘Iya’ lah yang terucap.
Ale menatap ke arah Jevan dan sekelilingnya, ia berpikir secara singkat namun tetap berusaha tenang. Ale menghela napas yang cukup panjang, dan akhirnya.
Ale mengangguk, “Yes, i will.”
Seluruh penjuru ruangan dipenuhi dengan sorakan. Jevan langsung memeluk erat-erat Ale, yang kini resmi menjadi pacarnya. Sedangkan Ale, sekujur tubuhnya lemas.
“Van..” tegur Ale yang merasa sesak di dekapan Jevan.
“Sesek.. tau gak?”
Jevan menggeleng, “Gak tau, aku taunya sekarang kamu punya aku.”
Hari itu tercatat sebagai hari terbahagia, untuk Jevandra ataupun Kaleyra. Yang takdirnya menyatu, akan tetap menyatu.