CUP
Tim basket dari berbagai sekolah mulai berdatangan, begitu juga dengan para supporter mereka. Sebelum memulai pertandingan tentunya akan ada apel (upacara) singkat di sini. Zelle baru saja sampai, ia datang sendirian ke sini. Setelah membayar tiket masuk, Zelle langsung mencari keberadaan Bimo—oh iya, ticket freepassnya belum berlaku sekarang hahaha.
“Ze!” Suara yang entah darimana asalnya, Zelle melirik kanan kiri sampai akhirnya ada seorang yang menepuk bahunya.
“Hoy!”
“Anjir! Ngagetin aja lo, Bim.”
“Hahaha sorry, by the way pagi banget, Ze?”
“Gabut di rumah.”
“Ohh, udah sarapan belum?”
“Belum, kenapa?”
Tangan Zelle langsung dituntun dan dibawa entah kemana oleh Bimo, dan Zelle sendiri hanya menurut.
“Duduk sini,” suruh Bimo lalu memberikannya satu kotak roti, “Ini buat dimakan, kalo kurang bilang aja yaa.”
“Bimo lo niat banget anjir.” gumam Zelle.
“Niat banget???”
“Biar lu betah.”
“Ohh, begitu.”
“Iya, begitu.”
Zelle menyenderkan kepalanya di kursi lalu menyilangkan tangannya, “Lo bohong ya? ticket freepassnya tadi gak laku tau.” adu Zelle.
Bimo tersenyum tipis, “Lo tuh ya—itu freepassnya cuma berlaku kalo sama gue, Ze.”
“Gembel amat.” ucap Zelle lalu memberikan jempol terbalik.
Tiba-tiba tangan Bimo berada di atas kepala Zelle. Tangannya menyentuh permukaan kepala dan rasa lembut dari elusannya menjadi pemicu pipi merona.
“Bisa diem gak sih tangan lo, Bim.” batin Zelle.
Tangannya turun dari atas sana, “Gua mau apel dulu, di sini aja jangan kemana-mana, Ze.” Zelle mengangguk.
“Lucu banget anjing, jadi pacar gua aja lah, Ze.” batin Bimo, raut wajahnya malu namun menggemaskan.
Sedangkan di sebrang sana, ada yang suasana hatinya mendung, ia Nabil. Ia di sana hanya bersama timnya, itupun canggung—karena permasalahan yang kemarin Coach Rio katakan. Hari ini Fira tetap datang dan bertanding, hanya saja saat berpapasan dengan Nabil ia buang muka.
“Zel.. kangen.. kalo gue maksa balik, gue jahat ya..?” batin Nabil.
Pertandingan antara SMAN 23 VS SMAN 13 baru saja dimulai. Dibanding supporter sekolah lain, kedua sekolah ini memiliki supporter yang bisa dikatakan cukup besar. Zelle duduk di kursi penonton biasa, karena takut dianggap memihak salah satunya, padahal ia netral.
Timskip — Pertandingan Q4
Quarter 1 dan 2 dimenangkan oleh SMAN 13, Quarter 3 dimenangkan oleh SMAN 23. Kini Quarter 4 menjadi penentu siapa yang akan maju ke babak selanjutnya. Jika pertandingan Quarter 4 terjadi seri, maka akan dilakukan Overtime selama 5 menit. Suasana agak menegangkan—sangat menegangkan.
Bola kini dibawa oleh Bimo dan di hadapannya ada seorang Nabil. Bukannya pertandingan tim, keduanya malah terlihat seperti satu lawan satu. Tatapan keduanya sangat tajam, entah apa yang mereka alirkan lewat tatapan mata itu.
“Sumpah... aduh... serem banget matanya.” batin Zelle.
Dan, boom..
Quarter 4 dimenangkan oleh SMAN 13 dan Bimo lah yang mencetak pointnya. Tim basket ataupun supporter SMAN 13 langsung melakukan selebrasi. Sedangkan SMAN 23 hanya terdiam di sana, apalagi Nabil, ia bertekuk lutut di lapangan menahan amarah. Tiba-tiba Bimo menghampirinya, memberikan uluran tangannya—membantu agar ia bangun dari sana.
Keduanya kini saling berhadapan, “Main lo hari ini jelek banget, Bil. Lagi kenapa?”
“Lo gak perlu tau, Bim.” jawab Nabil dengan nada agak ketus
“Ya oke, setidaknya lu harus tau kalo gua masih temen lu.”
“Gua tau.”
Bimo tersenyum miring di sana, “Jangan lupa satu hal, Bil. Soal basket lo kalah, soal Zelle juga gua pastiin lo bakal kalah. Semangat cari cewe barunya!” seru Bimo sambil menepuk bahu Nabil.
Bimo bergegas pergi meninggalkan Nabil di sana, dan menuju ke tempat dimana Zelle menontonnya sedari tadi. Sesampainya Bimo di sana, ia langsung memeluk Zelle dan Zelle tidak keberatan akan hal itu. Namun, semua pasang mata kini berpusat ke mereka—Bimo Zelle.
“Eh itu ceweknya kak Bimo???”
“Ceweknya Bimo cantik banget.”
“Pantesan si Bimo cetak point mulu, ada ehem ehemnya hahaha.”
“Dibalik cowok keren emang selalu ada cewek cantik.”
“Eh gue denger denger, ceweknya itu anak SMAN 23. Gila kece sekali.”
Kurang lebih begitulah bisik-bisik yang terdengar di sana.
“Bim, pelukan lo kekencengan. Gue engap woi!” seru Zelle.
“Biarin, biar gak ada yang bisa peluk lo selain gua.”
“Ya tapi ini sesek banget sialan.”
“Hahahaha sorry.”
“Padahal tahun lalu pas Nabil menang, gua masih jadi orang pertama yang meluk dia di sana. Tapi sekarang.. udah beda, ya? Ya, people come and go, begitu juga dengan kenangannya.”
“Ze, sebagai tanda terima kasih. Lu mau apa?”
“Terima kasih buat apa? emang gue ngapain?”
“Karena lu udah dateng, dan bikin gue semangat, terus jadinya menang deh gue.”
Zelle mengulum senyuman, “Sama-sama. Gue cuma mau lu tetep di sini, tolong jangan bikin kepercayaan gue hilang.”
“Gue bakal usaha buat lupa sama masa lalu gue, Bim. Dan mungkin balas perasaan lo? hehehe.”
Tak ada jawaban dari Bimo, yang ada hanyalah satu pelukan hangat darinya dan elusan kecil di kepala Zelle. Kedua hal yang sederhana, namun bisa membuat hati Zelle aman di sana.